Tuhan, aku bukan tentara terkuat mu

komettarius
2 min readJul 24, 2023

--

Aku menulis banyak hal tentangmu, tentang bagaimana ketidaksengajaan dalam pertemuan ini. Aku menulis perihal kamu karena aku tahu takdir kita tak bisa menyatu. Aku menulis perihal kamu agar kamu selalu abadi dalam aksaraku, selalu hidup dalam rangkaian yang aku ramu. Selalu hadir di kala aku tengah digerogoti rasa rindu.

Aku memilih pergi, karena aku sadar bahwa kamu enggan kembali. Padahal kalau kamu membuka mata, aku selalu ada di kediaman yang sama. Aku yang selalu siap dan sigap menampung ceritamu. Namun kenyataannya, aku kalah dengan perempuan baru yang lebih seru di banding diriku yang terlalu saru.

Tuhan, aku bukan tentara terkuat mu. Aku memilih berlayar sendiri, tapi nyatanya berat tanpa ada nahkoda yang menuntun perjalanan ini. Akan kemana aku pergi? Aku kehilangan arah, tuan. Bahkan aku telah kehilanganmu.

Akhir-akhir ini aku tenggelam dalam lautan kesedihan. Darah yang kamu ciptakan, petir menggelegar di lubuk hati paling dalam, tangis yang mengikis ekosistem bumi, isakan yang menggema, belum juga mereda. Setiap hari, aku harus menjalani dengan terpaksa. Berpura-pura semuanya baik-baik saja. Padahal aku kehilangan seseorang yang menjadi alasan hidup lebih bermakna.

Kita abadi, kata pak Sapardi. Yang fana adalah waktu. Tak apa jika rasamu sudah pindah atau rasaku yang duluan hilang nantinya. Yang terpenting kita pernah singgah. Walau bukan rumah. Kita pernah bersama, walau tak lama. Setidaknya pernah, walau akhirnya punah.

Maka mulai sekarang, tidak akan ada ucapan selamat pagi yang kamu beri untuk mengawali hari-hariku yang sendu. Tidak akan ada sesi bertukar cerita mengenai hari ini yang mengecewakan, atau lebih pantas di tertawakan. Tidak ada lagi suara bisingmu di ujung telepon itu. Tidak ada lagi pembahasan konspirasi dunia ataupun berbincang tentang penyanyi favoritmu ; Hindia. Tidak akan ada kelakuanmu yang mengesalkan, menjengkelkan, sekaligus merindukan. Tidak akan ada mulut berdosamu itu yang gemar mengejekku, Tidak akan ada lagi, dan semua itu telah berakhir di bulan Juli.

Suatu hari ketika engkau penasaran bertanya,

"Mengapa kamu mencintaiku? Jika itu benar benar nyata bagimu? Bahkan kita saja belum pernah bertemu dan saling bertegur sapa"

Karena kalau aku jatuh cinta kepadamu, mungkin lebih tepatnya aku jatuh cinta kepada ekspektasiku sendiri mengenaimu. Atau.. karena aku menemukan kenyamanan disitu. Jadi, silahkan salahi aku dan perasaanku. Tapi tolong jangan di bunuh, karena sudah lama meninggal.

Selamat berlabuh dengan nahkoda barumu, ya. Engkau terlalu manis untuk duduk di sampan kecil bermodalkan kayu tanpa atap.

Selebihnya aku disini pengap, tetapi akan mencoba untuk tak banyak cakap. Terima kasih untuk seluruh waktumu. Kamu abadi. Gundukan tanah itu akan kalah oleh ribuan aksara yang menghidupimu.

--

--

komettarius
komettarius

Written by komettarius

Hanya manusia biasa yang gemar mengais kata-kata.

No responses yet