Biarkan aku rebah, sejenak tanpa terlihat patah
Kepada langit menengadah
Kenapa aku tak terlahir hidup terarah?
Bila saja boleh kutuliskan takdirku sendiri
Aku iri
Karena aku hanya manusia yang banyak menangis sembunyi-sembunyi
Bukan laskar pelangi
Seperti dia, yang selalu aku kagumi
Yang bangun setiap pagi hari untuk meningkatkan potensi
Meskipun tubuh dan hati bergesekan, pikirnya tak peduli
Kakinya terus melangkah tanpa henti
Ia berjuang demi masa depan yang di nanti-nanti
Sang MahaKarya Tuhan yang terlalu memanipulasi
Keturunan nabi Adam yang hobi melantunkan rayuan manisnya kepada kaum Hawa
Si teka-teki yang paling rumit jawabannya
Bukan tak ada, hanya aku saja yang bodoh tak bisa mencari kuncinya
Sesuatu yang indah tak selamanya indah jika telah di miliki
Maka dari itu, aku enggan memiliki raga nya yang kekar dan tinggi seperti ego yang ia validasi
Aku enggan memiliki hati nya yang selembut badai salju yang terorganisasi
Aku enggan memiliki matanya yang teduh seperti hujan yang menepi
Aku enggan memiliki suara beratnya yang menenangkan ketika di hajar skenario buruk semesta berkali-kali
Biar lah terus menjadi indah
Selamanya, sampai menyayanginya berhenti berdarah
Aku siap, ikhlas, sudi, pasrah, rela, ngga papa kalau bukan yang bersanding disana
Beri aku waktu,
Untuk bisa menjamah namanya dalam doa selalu
Semoga hidup kita terus begini-begini saja
Tanpa perlu puisi romansa, aku menyayangimu dengan sederhana
Tetapi jujur saja menyayangimu sengsara
Tak apa, aku suka tersiksa.