Ia datang setiap gelapnya malam berjaga-jaga
Menerka-nerka akan rindu yang enggan binasa
Menelisik sebuah tanya, apakah baik-baik saja di Jakarta?Barangkali masih ada secercah asa
Untuk aku bertutur kata denganmu
Lantas tertawa atas lelucon yang mengudara
Berdebat kecil-kecilan sampai waktu membawamuBarangkali masih ada kesempatan dalam skenario semesta
Untuk kita melanjutkan pelayaran menyelami ombak samudera
Untuk bisa mendengar suara beratmu di ujung telepon sana
Lalu saling bertanya apakah hari ini ada hal yang membuat bahagia?Tetapi ketika menyusuri hutan belantara
Kamu meninggalkan sosok aku yang melemah dan pasrah akan cinta
Aku menetap disini selalu mengasihi
Sementara ketetapan ini hanya membunuhku secara perlahan sebab menyaksikan kamu pergi tanpa berpamitanPintu itu t’lah tertutup rapat
Terkenang masa dulu kita bercengkrama eratApakah kau telah sadar dan membuka mata jika bersamaku adalah hal yang sia-sia?
Apakah sudah ada gadis yang menantimu di persimpangan nan jauh disana?
Apakah kau membuka lembaran baru yang tak ada namaku, dan tak sudi jika aku terus berkontribusi di dalam hidupmu?
Apakah akhirnya aku juga bisa berdiri, dan beranjak dari ruangan yang kubuat atas namamu,
sehingga nama baru hadir untuk kueja lebih megah darimu?