komettarius
3 min readAug 7, 2023

Hampir setiap malam ketika aku selesai menjalani hariku, aku terbaring di atas kasur sembari menatap langit-langit kamar. Lalu teringat bahwa ruangan ini menjadi saksi bisu betapa aku mengagumimu.

Aku selalu di buat tersenyum dengan pesan manis yang kau buat, segala lelucon kau lontarkan yang membuat tawaku pecah, tentang dering darimu yang dulunya sering aku tunggu, hingga cerita random yang membuat malam hari terasa lebih cepat berlalu.

Bahkan di jalan pulang sekolah ketika aku bertegur sapa dengan orang gila, atau ketika aku berjumpa dengan musisi jalanan dengan gitar usangnya, aku selalu ingat denganmu ; aku ingin menceritakan hari-hariku kepadamu. Tidak peduli hari itu banyak hal yang melahirkan tawa atau justru lebih menghadirkan lara.

Di sepanjang lorong sekolah yang sepi seperti hatiku jam 2 pagi ini, aku sempatkan waktu untuk mengingatmu. Bertanya pelan sekali, sedang apa kamu disana? Apakah kamu bahagia? Bagaimana menjalani hari sebagai orang dengan penuh ambisi dan mimpi?

Dan satu pertanyaan yang tidak akan pernah tersampaikan, aku sangat penasaran. Bagaimana hubunganmu dengan perempuan membingungkan itu yang katamu suka curi-curi pandang? Ah, Tuhan terlalu indah menciptakanmu, sih. Banyak bidadari bumi yang mengantri hanya untuk melihat indahnya senja dari pantulan kedua matamu ; salah satunya adalah aku.

Banyak puan yang berdoa agar bisa memeluk kedamaian dari seluk tubuhmu ; tetapi aku tidak begitu. Karena aku sadar diri, aku tidak pantas untuk berdiri di sebelahmu, menciptakan cinta yang aku sendiri tidak mau hidup dengannya.

Aku rindu mengadu mengapa hari ini aku tersandung batu atau mengeluh karena banyak sekali tugas dari guru. Dengan kamu yang selalu membalas dengan tawa. Padahal ngga ada yang lucu. Atau dengan candaan tak senonoh yang ku utarakan agar kamu terhibur. Karena bahkan aku merasa begitu luar biasa ketika mampu membuatmu tertawa.

Tetapi setelah bukan lagi masanya, aku harus bercerita kepada siapa?

Kamu seakan-akan memaksaku merangsek masuk ke dalam hidupmu. Tetapi setelah aku telah sampai di ambang pintu, tanpa alasan yang masuk akal tiba-tiba kamu menutup pintu itu. Membuang kuncinya, dan tinggal lah aku disana dengan kesesatan tanpa mengenal arah pulang. Aku tergagu-gagu.

Waktu memang ngga akan menyembuhkan luka, dia hanya akan membuatku terbiasa dengan rasa sakit setiap harinya. Dan setelah perpisahan itu, aku akan belajar untuk terbiasa tanpa kabarmu, terbiasa tanpa kiriman foto makanan darimu, terbiasa tanpa ucapan selamat pagi yang selalu aku tunggu, terbiasa tanpa sikap menjengkelkan ketika kamu meledek namaku, terbiasa tanpa ucapan-ucapan manis yang aku sendiri juga tahu kamu tidak berlaku begitu hanya padaku.

Tapi asal kamu tahu bahwa aku telah terlampau kenyamanan. Sering kali bertanya dalam diam, apa kurangku sebagai kawan? Mengapa kamu tidak ingin bertahan? Atau kamu memang ingin pergi dari semua yang telah kita cipta?

Maka aku menulis dengan liar tentangmu, tentang pengakuanku, tentang perasaanku, tentang aku yang diam-diam terpancar asmara olehmu, melukis dengan aksara yang ku punya tentang karya tangan Tuhan yang damainya sedamai hujan ibu kota.

Semakin lama aku membuang waktu menunggumu, semakin juga aku mulai merasa bahwa hari dimana kamu akan mencintaiku sebagaimana aku mencintaimu itu, tidak akan pernah ada.

Kamu pasti berpegang teguh dengan kalimat “semua orang ada masanya, semua masa ada orangnya” lalu dengan cepat lupa dan pergi menemui orang baru. Tapi aku tidak begitu. Aku ingin mendekap disini. Karena aku ingin terkurung dan terpenjara bersama kisah ini.

Dulu aku takut hantu. Tapi kini aku lebih takut kehilanganmu.

Tetapi jika itu sudah jadi rencanamu, pergi saja. Biarkan aku disini terjebak dalam masa yang kedaluwarsa. Memeluk kenangan yang tidak ada artinya sama sekali di hidupmu yang berlimpah drama.

Sebab, ada atau tidak dirimu di hidupku, doaku akan selalu sama, semoga kamu bahagia.

komettarius
komettarius

Written by komettarius

Hanya manusia biasa yang gemar mengais kata-kata.

No responses yet