komettarius
2 min readSep 23, 2023

Tuan, senduku telah berlalu. Ku benahi diri untuk pergi dari ruangan yang tak pernah ku singgahi lagi. Meninggalkan banyak rindu yang setiap malam mengadu, kapan bisa bertemu?

Segala tentangmu, tentangku, tentang kita berakhir dengan singkatnya waktu. Maka aku berhenti melanjutkan ribuan asa yang kita rajut bersama, potongan lagu yang belum sempat usai di rangkai, jurnal cerita yang belum habis dituai.

Mulai dari bait ini tidak ada lagi pembahasan Jakarta atau sekadar bertanya apakah Jakarta baik-baik saja? Apakah hari ini Jakarta di guyur hujan yang membasahi mata? Apakah hari ini kau sudah kencan dengan puan rembulan yang menerangi gelapnya nabastala?

Meski masih banyak kata yang ingin ku rangkai atas namamu, tapi terpaksa kusudahi karena lebamnya akan semakin membiru. Karena setiap mabuk akan tatapan sejuk mu aku tidak pernah melihat ada masa depan disitu.

Jadikan semua ini pelajaran katamu. Maka aku berhenti mengkonsumsi lagu-lagu sedih yang merasuki jiwaku menjadi manusia melankolia.

Kepergianmu kemarin itu, kau sudah berlabuh bersama penumpang baru, ya. Seorang perempuan cantik berhati baik yang dunianya tidak berisik, bahkan cenderung mengusik. Menemani malam panjang sembari bermain game online dengan asik.

Terkadang aku ingin cepat mati agar kau segera datang dan mengasihi. Menyebut namaku lalu memelukku untuk yang pertama dan terakhir kali. Tersisa batu nisan dengan ukiran namaku yang kau usap hati-hati. Tetapi, ucapanmu malam itu mendistraksi niat bunuh diri.

"Met, nanti kalau udah besar kita ketemuan yuk. Sambil bawa pasangan masing-masing hahaha" ujarmu dengan tawa kecil yang menyublim ke udara.

Selebihnya menerka, menduga, dan tak sampai kepada ; menjaga. Karena kita hanya bisa membayangkan meski belum tahu masa depan kita seperti apa, bagaimana dan.. apakah aku tetap jadi manusia.

Meski kita mustahil bisa bersama, setidaknya kita masih menatap langit yang sama. Setidaknya kita masih dan akan selalu menjadi teman. Selamanya.

Dengan engkau yang masih mau berteman dan berinteraksi meski aku bukan lagi sahabat karib yang kau ajak membahas misteri dunia untuk menjumpai peri dan serbuk ajaib, ku katakan bahwa itu sudah lebih dari cukup.

Aku mau kamu terus merayakan kegembiraan itu tanpa memikirkan luka berdasarkan kesedihanku yang sudah merdeka. Aku sampai sini saja, ya. Selamat berbahagia.

Dan selamat berlayar, Tuan Fathurrahman.

Di halaman terakhir buku ini — atau buku-buku yang akan lahir nanti — tidak akan kau temukan namamu lagi. Aku berjanji.

komettarius
komettarius

Written by komettarius

Hanya manusia biasa yang gemar mengais kata-kata.

No responses yet